Senin, 27 Oktober 2014

Kumenanti, senja. Aku, ketika mendengar kata senja, atau matahari terbenam adalah.. senyum. Sejenak, kulihat ke arah surya, sedikit menyipitkan mata, mengangkat dan memiringkan kepala. Lalu, senyum. Senyum tak hanya satu atau dua arti. Ada perasaan yang tak dapat dideskripsikan. Akan ada banyak binar yang menggetarkan hatimu.
Jika kamu paham.

Senja selalu memberi makna. Lebih-lebih jika sedang banyak gelembung rindu dipelupuk mata. Senja, adalah yang terkasih yang dinanti kedatangannya. Ia paling mengerti kapan senyum itu pecah dan lumer. Semburat oranye senja bagaikan petunjuk jalan kemana perahu harus berlabuh.

Senja selalu memberi makna. Manakala cinta seperti harimau sirkus yang terlepas kemudian lari ke pemukiman penduduk. Liar. Cinta seperti spons yang menyerap seberapapun air kasih yang tumpah. Cinta adalah senyum simpul, senyum malu, tawa lepas, rona merah dipipi. Awan-awan teduh senja adalah tangga-tangga cinta yang menuntun kaki untuk menginjak singgasana.

Senja selalu memberi makna. Saat sendu beradu menantang arus pilu yang deras. Ketika sinar senja menusuk mata, serasa ribuan bola api meluncur ke arahnya. Semakin dekat semakin memanas. Memaksa untuk terpejam agar bumi tidak tiba-tiba hujan. Senja adalah asa yang terbengkalai, helaan nafas panjang. Mentari senja adalah objek yang ingin direngkuh kemudian dipaksanya duduk untuk teman bersandar.

Senja adalah rasa sayang yang menguras relung. Serasa senja ingin kukejar. Kunikmati senja dihamparan pasir atau jika tidak diatas bebatuan tertinggi. Aku ingin senja. Betapa hanya senja yang mampu mengerti setiap rasa yang tak tersurat. Cukup memandang senja, akan terlihat banyak pemberi senyum disepanjang hidup sampai saat ini.

Betapa senja memberi energi disetiap jejak untuk menulis sejarah. Kunanti senja, dengan binar mata menanti sinar oranye menutup wajah sendu penuh rindu. Ingin kuhela nafas bersama senja, paling tidak temani aku membasahi bumi sebentar saja. Agar aku merasa lepas. Senja, maukah kamu? Akan kurekam detik-detik bersamamu. Agar jika rindu, kamu tidak payah lagi menemaniku.
Ku simpan senja disanubari, sampai senjaku.

Rabu, 15 Oktober 2014

Sederhananya sangat sederhana
Cita tanpa sua
Cinta tanpa sua
Ketika jarak dan "jarak" memisah
Waktu dan ruang adalah penghalang
Taukah, relung meraung
Ketika jarak dan "jarak" tak lagi memisah
Disampingmu, didekatmu, didepan matamu, didekap matamu
Melihatmu, menatapmu, mendalamimu
Lekat-lekat..

Tuhan..
Aku mohon saat ini
Hentikan malam ini, hentikan sejenak
Detikku ingin kuurai bersamanya
Detik demi detik, tak rela sedikitpun terlewatkan
Menatapnya..
Sungguh Engkau Maha Sempurna
Menatapnya..
Tak rela sedetikpun terlewatkan

Aku mohon saat ini
Aku ingin menumpahkan segala rindu yang mencekik
Betapa udara tak memberiku nafas
Aku ingin bersandar dibahu nyamannya
Betapa dunia enggan aku singgahi
Aku ingin mendengar lembut, tegas, canda suaranya
Betapa senyum palsu selalu kuukir demi menahan dera
Aku ingin... aku ingin... aku ingin
Aku ingin dia

Hentikan malam ini, hentikan sejenak
Ketika jarak dan "jarak" tak lagi memisah
Aku ingin menatapnya
Kurekam senyum dan bening matanya
Damai

Andai Engkau ijinkan, dan Engkau kabulkan
Hentikan malam ini, hentikan sejenak
Andai malam sudah terhenti dan terhenti sampai tak ada lagi esok
Aku sudah merekam senyum dan bening matanya
Damai..

Selasa, 14 Oktober 2014

Bahagia itu sederhana
Sangat bahagia itu sangat sederhana
Ingin membahagiakan orang tua?
Sederhana! Iya, sederhana saja.
Kamu hanya perlu berhenti berpura-pura. berhentilah berpura-pura bahwa kamu sudah dewasa. Selagi kamu belum berstatus menantu, orang tua masih punya kewajiban atasmu. termasuk membahagiakanmu dan itu adalah hakmu. Sederhana saja, merengeklah seakan hanya mereka satu-satunya manusia yang punya milyaran kasih, rengkuh dan beri senyuman manis karena kamulah sumber energi disetiap langkah mereka untuk mengumpulkan rejeki. untuk siapa lagi kalau bukan kamu.
Sederhana saja. Membuatmu bahagia adalah bahagia mereka.




Senin, 13 Oktober 2014

Pernah kusangka
Gelap duniaku tak berakhir
Nyatanya, seperti mendung tak berarti hujan
Kuduga sebelumnya
Sebuah rasa yang sudah terpatri bahkan hampir mati
Seperti ombak tak berarti tsunami
Memanglah hidup ini musim
Kemarau hujan
Kemarau hujan
Kemarau hujan
Sepanjang tahun
Sepanjang masa
Andai datang hujan
Ingatlah kemarau akan mengering
Jika kemarau datang
Ingatlah hujan akan membanjiri
Kenapa harus takut kemarau memecah
Jangan resah hujan membasah
Keringnya kemarau luka, pedihnya hujan air mata
Tak kan selamanya dirasa
Masalahnya, ada pada masa.

Jumat, 10 Oktober 2014





Aku, adalah bulan kepada bumi
Meski jauh, tapi tak pernah pergi
Walau kadang bulan tak penuh dan tak terlihat
Yakinlah bahwa dia ada