Rabu, 25 Juni 2014

Ampun Kucing!


Bel tanda pulang sekolah sudah berbunyi. Seketika itu pula suara gemuruh siswa yang suntuk sedari tadi mendengar dongeng dari Pak Narno guru sejarah. Langsung tanpa bicara anak – anak kelas VIII C bergegas memasukkan semua peralatan dan buku pelajaran yang mereka gunakan alas tidur kedalam tas mereka masing-masing. Melihat siswanya yang bersemangat pulang Pak Narno hanya mesem. Anak – anak sekarang aneh, diberi pelajaran sejarah malah pada lomba tidur. Ada yang kipas – kipas sambil menguap. Ada yang secara sembunyi – sembunyi ngemil dan mencari kesempatan kala guru lengah demi membunuh rasa kantuk mereka. Ya, inilah resiko guru sejarah dikacangi siswanya. Sang guru menerangkan sampai mulut berbusa tapi anak – anak jiwanya terbang entah kemana walaupun badan tetap ditempat dengan wajah – wajah melongo. Seluruh siswa bebas merdeka akhirnya. Terlihat wajah mereka yang langsung segar saat pulang.
***
Di parkiran sepeda siswa terlihat Kucing dan Pussy berjalan menuju tempat sepeda mereka diparkirkan.
“Woy, Cing..nanti kumpul ditempat biasa ya. Ajak juga tuh si Katy.”
“Oke, Pus.”
Namanya Caty Persi. Geng pecinta kucing Persia yang beranggotakan Aryo Satrio yang menamai dirinya Kucing digeng itu. Lalu Adika Melina dengan namanya Katy dan Dewi Puspa sebagai Pussy. Mereka bisa berkumpul di basecamp mereka di kantin bu Mini belakang sekolah mereka sepulang sekolah. Jadwalnya setiap hari Senin dan Kamis.
“Eh.. bu Mini suka kucing juga ya?” tanya Katy.
“Iya. Tapi kucing ibu ga secantik kucing kalian.” Jawab ibu yang sudah hampir 12 tahun berjualan di kantin SMP 2 Negeri Surabaya ini.
“Kucing kampung ya bu?. Haha” ucap Pussy.
“Pasti ga pernah dirawat atau dibawa ke salon ya bu? Pasti kotor terus mainnya di tempat becek deket rumah rumah gitu. Hiiyy..” tambah Kucing.
“Hush..kalian ga boleh gitu. Kamu juga Cing, cowok kok gitu sih ngomongnya!” nada Katy agak kesal.
“Yee.. emang beneran kok. Lihat tuh kucingnya bu Mini.” Tunjuk Kucing.
“Rese lu!” Katy cemberut.
“Sudah Katy. Memang kucing ibu tidak secantik kucing kalian. Tapi lihat, kucing ibu aktif, tidak manja, badannya sehat dan tetep bersih kok.” Jelas bu Mini.
“Tetep aja kucing kampung, Bu.. ha..ha..ha” ejek Kucing.
“Kucing, bisa lebih sopan ga sih!” Katy mulai marah.
“Apaan sih Ket, lagian Kucing juga becanda doang.” Pussy membela Kucing.
“Becandaan dia kelewatan Pus.”
“Sudah.. sudah.. kok jadi kalian yang berantem. Ibu ga apa-apa kok.” Bu Mini tersenyum.
“Tuh, bu Mini aja ga papa kok.. welk!!” jawab Kucing sedikit mengejek.
“Ya.. oke baiklah. Tapi lihat saja apa yang akan terjadi padamu nanti Cing. Kita ini pecinta kucing. Jadi jenis apapun kucing itu jita tetep harus cintai. Dengan kamu mengejek kucing lain kamu sudah tidak menghargainya. Lihat saja apa yang akan terjadi padamu nanti. Ha..ha..ha..” Katy tertawa sambil mengangat tangan gaya pahlawan bertopengnya Sinchan.
“Kamu ngancem Ket? Haha..”
“Kamu ga percaya? Lihat saja nanti akibatnya.” Muka Katy mendadak serius.
“Ih..apaan sih Katy. Becandanya ga lucu. Aku pulang aja deh.” Kucing berlari.
“ha..ha..ha..”
“Kamu beneran Ket?” muka Pussy penasaran.
“Ya ngga lah.. Kesel aja aku sama Kucing. Kelewatan sih.”
***
“Malam ini kok dingin banget ya? Perasaan bulan ini musim panas. Eh..ada bulan purnama juga. Bagus banget. Tapi kok sepi sih. Katy sama Pussy kemana ya? Brr..kok jadi merinding gini sih.” Kucing terus berjalan menyusuri jalanan.
“Pada kemana sih. Kemarin kan janjian disini.”
“Meong…meong…meong…”
“Eh.. kucing siapa ini. Lucu banget. Sini, ikut aku. Kamu pasti kelaparan ya?” Kucing menggendong kucing yang berwarna hitam itu.
Kucing mengelus-elus hewan itu sembari tengak tengok mencari keberadaan Katy dan Pussy. Tak terasa dia sudah berjalan jauh sekali. Tanpa sadar ternyata Kucing sudah berada di tempat sunyi yang di situ banyak sekali kepala kucing kampung seperti milik bu Mini. Tertata rapi disebuah gapura pintu masuk. Ada juga yang menggantung disebuah pohon mangga yang besar. Bukan mangga yang tergantung tapi kepala kucing. Bunga – bunga disekitar tempat itu juga berbentuk kepala kucing dibagian putiknya. Suasana hening dan sesekali terlihat asap yang mengepul. Tak ada rumah. Sepi sekali. angin pun berhembus halus menyentuh kulit Kucing hingga bulu kuduknya berdiri.
“Haduh.. ngeri banget!! Kok jadi aneh gini tempatnya.” Kucing clingak clinguk.
“Meong…meoooong..meong.” kucing hitam tadi nampak ketakutan.
“Sssttt… jangan takut kucing manis. Masih ada aku disini.” Kata Kucing mencoba menenangkan.
Dia tetap berjalan sambil ketakutan. Kucing yang dia temukan tadi tetap digendongnya.
“Katy…. Pussy… kalian dimana?? Aduh. Mana sepi banget sama dingin lagi. Uh..Kok kamu lama-lama jadi berat ya, cing. Tapi tak apalah. Yuk kita cari jalan keluar.”
Kucing tetap berjalan dan terus mancari ujung jalan. Tapi dia terus merasa berat ketika menggendong kucing itu. Langkahnya semakin pelan dan tergopoh-gopoh. Akhirnya Kucing pun terjatuh karena saking beratnya dan kucing hitam itu terlempar. Kucing mengaduh dan mengelus kepalanya. Dia melihat dari jauh kucing hitam tadi berjalan mendekatinya. Semakin kesini kucing itu semakin membesar. Besar dan terus mendekati Kucing. Dia pun ketakutan. Sambil merangkak dia mencoba berdiri dan…
“Hwaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!!!!!!!!......”
Kucingpun lari terbirit-birit. Kucing hitam itu terus mengejarnya. Dia berlari kencang dan tak berani menengok kebelakang. Sambil komat – kamit bibirnya menyebut nama ibunya. Berharap ibunya datang mnyelamatkan dirinya. Saking seriusnya berlari dia tak tahu kalau kucing hitam itu sudah berada di depannya dengan mata tajam sambil tersenyum. Gigi yang tajam itu menyilaukan pandangannya..
“Hwaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa……..!!!!! Jangan…!! Tolong.. tolong..!!!”
Kucing lalu berbalik arah dan terus berlari sekuat tenaganya. Tak dia hiraukan apapun yang ada didepannya. Batu-batu dia terjangi. Pandangannya terus kedepan tak mau menoleh. Karena terlalu fokus Kucing tak sadar ada batu besar didepannya dan dia pun terjatuh. Badannya semakin menggigil ketakutan.
“Pergilah kucing… pergilah..ku mohon”Kucing mulai sesenggukan.
Sambil mencoba berdiri Kucing melihat ada bayangan besar. Kucing hitam itu terus mendekati Kucing. Semakin mendekat kucing itu lama-lama berubah warnanya menjadi kucing seperti milik bu Mini. Kucing sudah tak kuat lagi berlari. Dia hanya berjalan mundur pelan – pelan menatap kucing bu Mini dan menggeleng – gelengkan kepala.
“Jangan..jangan kucing.. jangan.. ampun.,,ampun..”
Kucing bu Mini hanya tersenyum dengan taring tajamnya. Semakin mendekati Kucing dan siap menerkam.

“HWAAAA!!!!  TIDAAAAKK…!!!! AMPUUUUNN KUCING!!!”

0 komentar: