Minggu, 28 Juni 2015




A
K
U

R
I
N
D
U

:')

Kamis, 25 Juni 2015

Aku merindukanmu. Seperti biasa. Lambat laun aku mulai menyadari, aku tak pernah bisa menghindar. Selalu dan selalu hinggap tak pernah terbang. Bahkan mimpi pun menghadirkanmu. Bagaimana ini begitu saja terjadi? Entahlah.

Ini sudah menjadi biasa. Setiap harinya. Tentu saja dengan frekuensi yang berbeda. Adakala gunungan rindu siap meledakkanku, atau kadang hanya desiran angin yang menyejukkan. Terkadang bisa menyakitkan atau bisa membawaku hening dan  hanyut dalam renungan teduh.

Aku rasa ini akan tetap bertahan. Perasaan seperti ini. Seperti dulu. Akan tetap menjaga hatiku dari siapapun. Karenamu. Segala rindu yang menitipkan kelu dan haru. Bisa saja mencabik bisa juga mencekik. Tapi aku harus tahu cara menghalau semuanya. Aku menyayangimu, maka aku harus menjadikan sayang itu sebagai sumber hidup, bukan malah menjadikanku seperti zombie.

Ya, tentu saja aku merindukanmu. Selalu. Setiap apapun mengingatkan tentangmu, apapun, hanya bisa menghadirkan helaan nafas dan sedikit sesak. Lama-lama aku terbiasa. Sesak yang aku rasa tanpa kehadiranmu, seperti udara yang kuhirup. Selalu ada tetapi tak pernah nyata.

Aku menjaga hati untuk tidak melejitkan harapan yang tak sesuai dengan kapasitasku menghindar dari rasa kecewa, dari penerimaan yang tidak baik. Untuk itu aku hanya berani merindukanmu, tanpa berani memikirkan apakah kamu juga. Aku tak akan bertanya.

Semua sudah berjalan seperti biasa. Kita dengan kehidupan kita masing-masing. Seperti dahulu sebelum kita berjumpa. Ini bagus. Ini kesempatan kita berubah menjadi yang lebih baik. Untuk sementara, sampai waktu yang belum ditentukan, detik seperti ini sempurna untuk kita.

Kita sabar saja. Untukmu selalu aku mintakan yang terbaik dariNya. Bentuk cintaku hanya akan aku patri dalam hati dan jika semua waktu sudah tepat, akan kutunjukkan dan kutujukan padamu, indahnya ukiran dalam sanubari.

Semoga Allah tak bosan mendengar celotehku tentangmu. Tentang kerinduan. Kerinduanku padamu. Padamu yang aku sayangi.

Selasa, 02 Juni 2015

Semoga mataku tidak menggelinding seperti kelereng ketika mendapati sosok yang sangat aku rindukan menatapnya. Semoga jantungku tidak loncat dari susunan organ yang semestinya karena terkejut saat merasakan debaran ketika melihatnya dan tetap berdegup secara normal. Semoga aliran darahku tetap pada jalur seperti biasanya dan tidak segera mendidih sewaktu tatapan itu memanaskan suhu tubuhku. Gugup, kalut, terkejut dan luapan bahagia menjadi satu dan membuat rautku berwarna biru seperti sedang menahan nafas. Bisa membayangkan bagaimana rasanya? Atau bahkan tidak bisa? Karena gambaran tersebut tidak mewakili sama sekali saking tidak bisanya ditulis dengan kata-kata.

Memang, baru sekitar dua minggu yang lalu wajah itu tidak nampak dipelupuk mataku. Bahkan karena begitu banyak yang aku ingat segala tentangnya membuatku lupa bagaimana garis wajah rupawan yang dia milikki. Dan aku berusaha untuk tidak mencoba memulihkan ingatan tentang wajah itu karena yang terjadi adalah seperti paragraf pertama. Mencoba mengubur saja rupa selayak surya untukku agar ingatanku hanya sebatas kenangan saja, bukan menjadikanku zombie. 

Tapi sayang itu terjadi saat ini. Baru beberapa jam yang lalu aku berharap tidak akan mengalami hal buruk ketika secara tidak sengaja bertemu dengannya. Aku berharap bahwa semua akan baik-baik saja seperti ketika kami bertemu. Biasa saja, tanpa degup jantung yang memburu seperti sedang mengikuti perlombaan marathon. Ingin seperti biasa yang tetap tersenyum manis dan mulut senantiasa berkicau. Tidak salah tingkah dan melenggang tanpa ragu. Tapi saat ini rasanya luar biasa dari luar biasa yang biasanya. Tiba-tiba sesak nafas.

Kronologiya seperti ini: Detik pada saat mata langsung menatap matanya kemudian memberi sinyal kepada otak dan segera menyadari bahwa itu adalah dirinya, lalu otak seperti tersentak dan membuat efek kejut seketika itu tenggorokan tersekat, hidung tersumbat, aliran darah seakan berjalan begitu cepat kemudian jantung bekerja luar biasa lebih cepat dari luar biasa biasanya. Setelah detik itu, adalah rasanya seperti seluruh organ tubuh berhenti beraktifitas, hening seketika, detik berikutnya helaan nafas yang sangat dalam seperti kehabisan nafas ketika selesai berenang. Terengah-engah. Parahnya, ia meninggalkan susah bernafas itu. Sampai detik ini.

Aku tak menyangka bahwa sebegitu jadinya hanya dalam satu tatapan mata. Degup jantung serupa kuda pacu. Apakah seperti ini bentuk rindu yang membatu? Apakah seperti ini rasanya bagai membendung hujan yang seharusnya turun sehari semalam? Ribuan kata sudah menyumbat tenggorokanku, menjepit pita suaraku dan semuanya mengendap. Dan mungkin akan dioperasi ketika sudah merasakan sakit. Tapi sudah kurasakan sekarang, kenapa kamu masih hidup mengendap dan berkembang disana? Ini sakit. Kalau dianalisa, mungkin bukan hanya rindu penyebabnya. Banyak. Tergambar pada ribuan kata itu.

Padahal hanya dalam satu tatapan mata.
Tidak. Tidak secara langsung. Hanya lewat foto yang terpampang pada time line sosial media. Sekecil itu penyebabnya. Parahnya, ia meninggalkan susah bernafas itu. Sampai detik ini.