Rindukah?
Aku merindukanmu. Seperti biasa. Lambat laun aku mulai menyadari, aku tak pernah bisa menghindar. Selalu dan selalu hinggap tak pernah terbang. Bahkan mimpi pun menghadirkanmu. Bagaimana ini begitu saja terjadi? Entahlah.
Ini sudah menjadi biasa. Setiap harinya. Tentu saja dengan frekuensi yang berbeda. Adakala gunungan rindu siap meledakkanku, atau kadang hanya desiran angin yang menyejukkan. Terkadang bisa menyakitkan atau bisa membawaku hening dan hanyut dalam renungan teduh.
Aku rasa ini akan tetap bertahan. Perasaan seperti ini. Seperti dulu. Akan tetap menjaga hatiku dari siapapun. Karenamu. Segala rindu yang menitipkan kelu dan haru. Bisa saja mencabik bisa juga mencekik. Tapi aku harus tahu cara menghalau semuanya. Aku menyayangimu, maka aku harus menjadikan sayang itu sebagai sumber hidup, bukan malah menjadikanku seperti zombie.
Ya, tentu saja aku merindukanmu. Selalu. Setiap apapun mengingatkan tentangmu, apapun, hanya bisa menghadirkan helaan nafas dan sedikit sesak. Lama-lama aku terbiasa. Sesak yang aku rasa tanpa kehadiranmu, seperti udara yang kuhirup. Selalu ada tetapi tak pernah nyata.
Aku menjaga hati untuk tidak melejitkan harapan yang tak sesuai dengan kapasitasku menghindar dari rasa kecewa, dari penerimaan yang tidak baik. Untuk itu aku hanya berani merindukanmu, tanpa berani memikirkan apakah kamu juga. Aku tak akan bertanya.
Semua sudah berjalan seperti biasa. Kita dengan kehidupan kita masing-masing. Seperti dahulu sebelum kita berjumpa. Ini bagus. Ini kesempatan kita berubah menjadi yang lebih baik. Untuk sementara, sampai waktu yang belum ditentukan, detik seperti ini sempurna untuk kita.
Kita sabar saja. Untukmu selalu aku mintakan yang terbaik dariNya. Bentuk cintaku hanya akan aku patri dalam hati dan jika semua waktu sudah tepat, akan kutunjukkan dan kutujukan padamu, indahnya ukiran dalam sanubari.
Semoga Allah tak bosan mendengar celotehku tentangmu. Tentang kerinduan. Kerinduanku padamu. Padamu yang aku sayangi.
Ini sudah menjadi biasa. Setiap harinya. Tentu saja dengan frekuensi yang berbeda. Adakala gunungan rindu siap meledakkanku, atau kadang hanya desiran angin yang menyejukkan. Terkadang bisa menyakitkan atau bisa membawaku hening dan hanyut dalam renungan teduh.
Aku rasa ini akan tetap bertahan. Perasaan seperti ini. Seperti dulu. Akan tetap menjaga hatiku dari siapapun. Karenamu. Segala rindu yang menitipkan kelu dan haru. Bisa saja mencabik bisa juga mencekik. Tapi aku harus tahu cara menghalau semuanya. Aku menyayangimu, maka aku harus menjadikan sayang itu sebagai sumber hidup, bukan malah menjadikanku seperti zombie.
Ya, tentu saja aku merindukanmu. Selalu. Setiap apapun mengingatkan tentangmu, apapun, hanya bisa menghadirkan helaan nafas dan sedikit sesak. Lama-lama aku terbiasa. Sesak yang aku rasa tanpa kehadiranmu, seperti udara yang kuhirup. Selalu ada tetapi tak pernah nyata.
Aku menjaga hati untuk tidak melejitkan harapan yang tak sesuai dengan kapasitasku menghindar dari rasa kecewa, dari penerimaan yang tidak baik. Untuk itu aku hanya berani merindukanmu, tanpa berani memikirkan apakah kamu juga. Aku tak akan bertanya.
Semua sudah berjalan seperti biasa. Kita dengan kehidupan kita masing-masing. Seperti dahulu sebelum kita berjumpa. Ini bagus. Ini kesempatan kita berubah menjadi yang lebih baik. Untuk sementara, sampai waktu yang belum ditentukan, detik seperti ini sempurna untuk kita.
Kita sabar saja. Untukmu selalu aku mintakan yang terbaik dariNya. Bentuk cintaku hanya akan aku patri dalam hati dan jika semua waktu sudah tepat, akan kutunjukkan dan kutujukan padamu, indahnya ukiran dalam sanubari.
Semoga Allah tak bosan mendengar celotehku tentangmu. Tentang kerinduan. Kerinduanku padamu. Padamu yang aku sayangi.
0 komentar:
Posting Komentar