Jumat, 18 September 2015







Kamis, 27 Agustus 2015

Gunakan ia untuk melihat jauh ke atas. Ada Sang Maha Cinta mencurahkan kasih sayang-Nya kepadamu tanpa jemu, tanpa jeda tanpa bosan sedang dirimu berlutut dan mengilhami segala nikmatnya dengan enggan. Dia ciptakan hati yang Dia jadikan organ manusia terpenting adalah untuk menghidupkan jiwamu. Kalau hatimu kamu pelihara dengan baik, maka seluruh organ akan menjadi sehat. Hati bekerja sempurna jika indra yang lain juga berfungsi, atau lebih tepatnya difungsikan secara optimal. Salah satunya, jika matamu sehat, lihatlah dengan lekat. Dengan hati juga rasa yang mendalam. Kamu bukan apa-apa tanpaNya. Tanpa kuasaNya, kamu siapa?

Gunakan ia untuk melihat jauh ke dalam dirimu. Ada cahaya berpendar dari sudut mata yang ternoda dengan air dosa yang kamu basuhkan. Ada perangai empedu yang melukai siapa saja yang menggores luka dalam hati, sekecil apapun. Ada ribuan duri yang kamu tancapkan lewat bahasamu, yang bisa saja dicabut tapi mereka tetap membekas. Padahal kau terlalu sempurna untuk hal-hal itu. Kau diciptakan luar biasa untuk menjadi agen perubahan peradaban dalam sejarah hidup. Minimal sejarah hidupmu sendiri. Jika matamu sehat, lihatlah dengan sungguh. Dengan tubuh yang sempurna dan kasih sayang tanpa batas, kamu layak hidup bahagia. Masihkah kamu pura-pura buta?

Gunakan ia untuk melihat. Kali ini tak perlu jauh. Lihatlah sekali saja, barang sedetik, itu cukup. Cukup untuk membuat hati bergetar. Barang sedetik saja, dan hadirkan pula sepenuh jiwamu pada saat melakukannya. Melihat dan saling bertatap. Rasakan kehadirannya, nikmati setiap waktu yang mengalir bersamanya. Syukuri yang sudah kamu miliki. Lepaskan yang sudah tak lagi dalam genggaman dan peluk erat apa yang ada dalam pelukanmu. Kamu hanya perlu melihatnya, menatapnya, menjaganya, dan mempertahankan. Atau kamu punya sejuta alasan untuk mengabaikan?


Gunakan ia untuk melihat. Ku. Lihatlah sekali saja, barang sedetik. Menoleh dan lihatlah, aku disampingmu. Aku yang selalu disampingmu.

Jumat, 03 Juli 2015

Aku tak pernah berusaha melupakanmu. Biar saja menari lincah dalam setia ingatan. Sekecil apapun suatu hal bisa menyibakkan sejuta kenangan yang tak pernah kering. Melupakanmu akan menyia-nyiakan waktu. Biarlah kamu tetap hidup dalam renung. Aku akan membunuhmu dalam kehidupanku hanya saat kau telah disisiNya atau berdampingan dengan wanita lain disisimu. Sebelum hal itu terjadi, masih ada kesempatan untukku.

Akan kulakukan apa yang menurut hatiku benar. Selama kau belum memiliki yang hakiki, aku masih punya hak untuk mencintai. Dirimu. Aku hanya tak mau menyerah begitu saja, sayang sekali rasanya. Perjuanganku akan berakhir jika kisah diantara kita terlahir, atau kau dengan pemeran lain.

Intinya adalah, aku akan setia menunggu. Jadilah laki-laki yang benar-benar aku cinta dan jadilah kau yang aku cinta sebenar-benar laki-laki. Setiap hariku adalah merindukanmu, setiap haruku adalah berdo'a untukmu.

Intinya adalah, aku selalu percaya dan yakin padaNya yang Maha menggenggam nyawa dan memegang hati setiap kita. Akan ada niscaya jika percaya, tak akan ada yang tak mungkin  jika yakin.

Aku berdo'a agar kau juga mendengungkannya.

Minggu, 28 Juni 2015




A
K
U

R
I
N
D
U

:')

Kamis, 25 Juni 2015

Aku merindukanmu. Seperti biasa. Lambat laun aku mulai menyadari, aku tak pernah bisa menghindar. Selalu dan selalu hinggap tak pernah terbang. Bahkan mimpi pun menghadirkanmu. Bagaimana ini begitu saja terjadi? Entahlah.

Ini sudah menjadi biasa. Setiap harinya. Tentu saja dengan frekuensi yang berbeda. Adakala gunungan rindu siap meledakkanku, atau kadang hanya desiran angin yang menyejukkan. Terkadang bisa menyakitkan atau bisa membawaku hening dan  hanyut dalam renungan teduh.

Aku rasa ini akan tetap bertahan. Perasaan seperti ini. Seperti dulu. Akan tetap menjaga hatiku dari siapapun. Karenamu. Segala rindu yang menitipkan kelu dan haru. Bisa saja mencabik bisa juga mencekik. Tapi aku harus tahu cara menghalau semuanya. Aku menyayangimu, maka aku harus menjadikan sayang itu sebagai sumber hidup, bukan malah menjadikanku seperti zombie.

Ya, tentu saja aku merindukanmu. Selalu. Setiap apapun mengingatkan tentangmu, apapun, hanya bisa menghadirkan helaan nafas dan sedikit sesak. Lama-lama aku terbiasa. Sesak yang aku rasa tanpa kehadiranmu, seperti udara yang kuhirup. Selalu ada tetapi tak pernah nyata.

Aku menjaga hati untuk tidak melejitkan harapan yang tak sesuai dengan kapasitasku menghindar dari rasa kecewa, dari penerimaan yang tidak baik. Untuk itu aku hanya berani merindukanmu, tanpa berani memikirkan apakah kamu juga. Aku tak akan bertanya.

Semua sudah berjalan seperti biasa. Kita dengan kehidupan kita masing-masing. Seperti dahulu sebelum kita berjumpa. Ini bagus. Ini kesempatan kita berubah menjadi yang lebih baik. Untuk sementara, sampai waktu yang belum ditentukan, detik seperti ini sempurna untuk kita.

Kita sabar saja. Untukmu selalu aku mintakan yang terbaik dariNya. Bentuk cintaku hanya akan aku patri dalam hati dan jika semua waktu sudah tepat, akan kutunjukkan dan kutujukan padamu, indahnya ukiran dalam sanubari.

Semoga Allah tak bosan mendengar celotehku tentangmu. Tentang kerinduan. Kerinduanku padamu. Padamu yang aku sayangi.

Selasa, 02 Juni 2015

Semoga mataku tidak menggelinding seperti kelereng ketika mendapati sosok yang sangat aku rindukan menatapnya. Semoga jantungku tidak loncat dari susunan organ yang semestinya karena terkejut saat merasakan debaran ketika melihatnya dan tetap berdegup secara normal. Semoga aliran darahku tetap pada jalur seperti biasanya dan tidak segera mendidih sewaktu tatapan itu memanaskan suhu tubuhku. Gugup, kalut, terkejut dan luapan bahagia menjadi satu dan membuat rautku berwarna biru seperti sedang menahan nafas. Bisa membayangkan bagaimana rasanya? Atau bahkan tidak bisa? Karena gambaran tersebut tidak mewakili sama sekali saking tidak bisanya ditulis dengan kata-kata.

Memang, baru sekitar dua minggu yang lalu wajah itu tidak nampak dipelupuk mataku. Bahkan karena begitu banyak yang aku ingat segala tentangnya membuatku lupa bagaimana garis wajah rupawan yang dia milikki. Dan aku berusaha untuk tidak mencoba memulihkan ingatan tentang wajah itu karena yang terjadi adalah seperti paragraf pertama. Mencoba mengubur saja rupa selayak surya untukku agar ingatanku hanya sebatas kenangan saja, bukan menjadikanku zombie. 

Tapi sayang itu terjadi saat ini. Baru beberapa jam yang lalu aku berharap tidak akan mengalami hal buruk ketika secara tidak sengaja bertemu dengannya. Aku berharap bahwa semua akan baik-baik saja seperti ketika kami bertemu. Biasa saja, tanpa degup jantung yang memburu seperti sedang mengikuti perlombaan marathon. Ingin seperti biasa yang tetap tersenyum manis dan mulut senantiasa berkicau. Tidak salah tingkah dan melenggang tanpa ragu. Tapi saat ini rasanya luar biasa dari luar biasa yang biasanya. Tiba-tiba sesak nafas.

Kronologiya seperti ini: Detik pada saat mata langsung menatap matanya kemudian memberi sinyal kepada otak dan segera menyadari bahwa itu adalah dirinya, lalu otak seperti tersentak dan membuat efek kejut seketika itu tenggorokan tersekat, hidung tersumbat, aliran darah seakan berjalan begitu cepat kemudian jantung bekerja luar biasa lebih cepat dari luar biasa biasanya. Setelah detik itu, adalah rasanya seperti seluruh organ tubuh berhenti beraktifitas, hening seketika, detik berikutnya helaan nafas yang sangat dalam seperti kehabisan nafas ketika selesai berenang. Terengah-engah. Parahnya, ia meninggalkan susah bernafas itu. Sampai detik ini.

Aku tak menyangka bahwa sebegitu jadinya hanya dalam satu tatapan mata. Degup jantung serupa kuda pacu. Apakah seperti ini bentuk rindu yang membatu? Apakah seperti ini rasanya bagai membendung hujan yang seharusnya turun sehari semalam? Ribuan kata sudah menyumbat tenggorokanku, menjepit pita suaraku dan semuanya mengendap. Dan mungkin akan dioperasi ketika sudah merasakan sakit. Tapi sudah kurasakan sekarang, kenapa kamu masih hidup mengendap dan berkembang disana? Ini sakit. Kalau dianalisa, mungkin bukan hanya rindu penyebabnya. Banyak. Tergambar pada ribuan kata itu.

Padahal hanya dalam satu tatapan mata.
Tidak. Tidak secara langsung. Hanya lewat foto yang terpampang pada time line sosial media. Sekecil itu penyebabnya. Parahnya, ia meninggalkan susah bernafas itu. Sampai detik ini.










Senin, 25 Mei 2015

Segalanya semakin menguatkan aku, karena aku terluka. Memang tak bisa dipungkiri sebaik apapun aku menghibur diri untuk memaafkan tetapi denyutan rasa sakit tetap terasa. Bahkan akan terasa lebih menyakitkan bila aku tak merelakan untuk memaafkanmu, walaupun kamu tak sebenar-benar memintanya. Kalau saja aku tak menyayangimu sangat, mungkin kamu akan menjadi salah satu nama yang akan aku tulis dalam daftar orang yang tak akan pernah aku temui, hubungi atau komunikasi apapun. Karena hadirmu akan semakin memperburuk keadaan. Tak ingin aku menjadikanmu bersalah karena menjadi penyebab buruknya hatiku dan berdampak pada pikiran buruk terhadapmu. Jadilah aku melupakan sebenar-benar melupakan. Tapi aku menyayangimu, tak akan berhenti sebelum jawaban Tuhan yang meyakinkan.

Segalanya semakin membuka mataku, karena aku kecewa. Tak selayaknya seperti ini, merasa lebih baik dari orang lain yang berada di dekatmu sekarang ini. Tetapi melihatnya membuatku ingin berteriak disampingmu. Bukalah matamu, buka mata hatimu. Hapuslah awan hitam takut berharap yang ada dihadapanmu. Aku memang tak sempurna, tidak sedikitpun mendekati. Tapi maukah kamu menjadi sempurna, aku akan menjadi pelengkap sempurnamu. Tak sepatutnya aku mempercayakan diri berada yang terdepan pada barisan orang-orang yang menyayangimu, tapi aku pantas. Sisi gelapmu aku paham dan aku yakin aku bisa. Kita bisa. Aku yakin, tapi sayangnya kamu tidak. Ataukah belum? Entahlah.

Segalanya semakin membuatku tersadar, karena aku belum menjadi apa-apa bagi diriku dan siapa-siapa untukmu. Masa muda kita masih berjaya dan seharusnya kita mengisi dengan bintang-bintang untuk menghiasnya. Aku menggantungkan segala harapan untuk semua tujuan pencapaianku. Demi kehidupan waktu yang akan datang yang sempurna, seperti yang aku impikan. Termasuk impianku yang sejak dulu aku angankan, hidup bahagia bersama imam pilihan Allah untukku dan harapanku itu adalah dirimu. Tapi agaknya Allah masih ingin kita bergelut dengan karir sehingga kebersamaan kita begitu saja usai. Dengan ini membuatku mengerti bahwa kebahagiaan kita memang harus dipersiapkan dengan baik agar perjalanan yang kita tempuh akan berhasil kita lewati meski rintangan tak sedikit.

Jujur saja aku sakit, aku kecewa dan aku pantas mengatakan ini..
Aku ingin kamu merasa menjadi orang yang tetap bernyawa dan menghela nafas. Menjadikanmu khalifah dibumi dan menjadi insan yang terbaik, Aku akan bersamamu jika kamu butuh teman untuk melewati jalanan gelap diujung sana. Aku ingin kamu menjadi manusia yang tak sembarangan sehingga nantinya kamu mendapatkan kehidupan lebih baik bersama orang kamu inginkan yang kamu dambakan. Aku ingin kamu menjadi seseorang yang berhasil menggenggam segenap impian yang pernah kamu ceritakan kepadaku.

Tapi kamu tak membaca inginku..

Rabu, 22 April 2015

Aku merindukan kedekatan kita beberapa waktu lalu. Kita begitu dekat. Kemanapun kamu pergi aku ikut serta. Aku senang. kamu bisa membuatku tertawa lepas, lupa saat sedang sedih, memberi semangat meski tersirat, dan membuatku mengerti arti memahami. Kalau kamu bilang hidup itu untuk belajar maka kamu adalah gurunya. Hanya denganmu saja aku bisa banyak belajar hal apapun.

Boleh aku menceritakannya? Aku tahu arti sabar karna kamu egois. Aku mengerti arti menyayangi karena kamu manja. Aku tahu bagaimana harus menghargai orang yang lebih tua, karena ketika ingin dihormati, menghormatilah terlebih dahulu. Aku belajar dari kesalahan yang pernah kamu buat, melihat lebih jauh apa alasanmu berbuat salah, apa penyebabnya sehingga kamu melakukan hal itu, dari situ aku belajar bahwa tidak sepantasnya mengejudge orang dari kesalahannya, tapi dari  bagaimana dia berubah dan belajar dari kesalahannya. Itu hanya beberapa contoh saja.

Aku banyak mengerti dan terus mencoba mengerti. Belajar dan terus menelaah setiap langkah. Apa yang baik untukku dan apa yang harus aku tinggalkan. Kadang kamu membuatku tertegun dan berpikir bahwa ternyata aku belum melakukan hal apapun. Kamu menunjukkan padaku bagaimana memandang hidup dengan sedikit pandangan berbeda dari yang lain. “Hidup ini indah, hidup hanya satu kali, kenapa tidak dibuat senang saja?” Kamu pernah berkata seperti itu.

Kamu mengajakku kebeberapa tempat yang sebelumnya tidak pernah aku pikirkan untuk mengunjunginya. Pantai, gunung, tempat orang-orang terdekatmu, tempat orang-orang gila terdekatmu. Semuanya menyenangkan. Kamu memberikanku bahagia dan menjadikannya kenangan yang kelak jika aku merasa sedih kenangan itu bisa menyembuhkan. Aku senang. tapi tahukah? Ada sesuatu yang menurutku akan lebih baik jika, “hidup hanya satu kali, kenapa tidak dibuat senang dan berarti.” Bagaimana? Betul kan?

Kita hidup tidak serta merta ada, kan? Kita diciptakan oleh sang Khalik. Dan penciptaan kita itu bukan tanpa alasan. Manusia tercipta untuk menjadi khalifah dibumi, beribadah dan menyembah hanya kepada Allah. Karena bila kamu tahu bahwa hidup dibawah naunganNya sangat indah. Segalanya terasa mudah dan jalan yang kita tempuh bisa terarah. Dengan tujuan pasti. Dan itu membuat hidup tak hanya senang, tapi juga bermakna.

Maksudku adalah alangkah lebih baiknya jika langkah yang akan kita ambil ini, untuk kembali bersama, adalah upaya untuk saling mendukung perubahan baik yang akan kita jalani bersama. Dengan mendekat denganNya untuk mendapat pertolongan agar setiap langkah kita diberi cahaya. Kita permudah jalan kita untuk mendapat apa yang kita mau dengan merayu kepada sang Maha Penyayang agar diberkahi langkah kita.

Tapi, pertengkaran hebat yang ada antara kita tak bisa mempertahankan kebersamaan ini. Yang dulu kita rencanakan tak sesuai harapan. Pertengkaran itu tak membuat kita kuat, tapi justru saling melepaskan.

“Lebih baik kita bertengkar hebat, tapi bisa kita selesaikan dan kita tetap bersama, dibanding tanpa konflik tapi putus nyambung. Aku menyayangimu, aku ingin kita tetap bersama.” Kalimat itu seakan membisu, aku tak kuasa menahanmu karna kamu telah mati. Padahal aku ingin kamu tetap hidup, aku akan siap menemanimu. Itu yang tak sanggup aku katakan ketika melihatmu terluka dengan perkataanku.

 Tuhan berkehendak lain, justru Dia mendukung perubahan baik kita dengan jalan yang berbeda dari yang kita inginkan. Kita memang tumbuh bersama tapi dengan jarak yang membentang diantara kita. Awalnya itu sangat berat, bagiku, tapi inilah yang terbaik menurutNya. Apa boleh buat, ini pasti yang benar-benar terbaik untuk kita.

Selamat jalan, hati-hati banyak batu kerikil disana. Aku harap kita sama-sama diteguhkan untuk tetap bertahan dijalan baik yang sudah kita pilih, yang sudah kita mulai dan yang sudah kita upayakan. Semoga tetap pada jalur yang sama, tanpa belokkan dan tikungan tajam yang membuat kita hilang kendali dan terjungkal. Pakailah sabuk pengaman.


Kalau saja ada kesempatan, mampirlah ke bilikku. Rumah kecil yang nantinya entah sudah berpunghuni atau tidak, hati kecil yang entah sudah mati atau tak akan pernah.

Rabu, 08 April 2015

       Ini sebuah siksaan. menjalani hari dengan gumpalan muak yang hampir saja mencekik. Tapi aku harus tetap hidup demi angan yang aku ingin. Menghadapi terpaan angin kencang yang meruntuhkan segala keteguhanku membuatku harus kuat untuk menghadapi segalanya. Tanpa raga yang selalu kudekap. Tanpa suntikan semangat dari kedua ujung bibir yang menyudut. Ini akan menjadi langkah yang sangat melelahkan.
      Perjalanan panjang ini akan kujalani dengan hati berlubang bopeng-bopeng. Kelihatan indah nampaknya, tapi sangat rapuh pada dasarnya. Tapi aku harus tetap hidup untuk memenuhi ruang batin agar tak tersesat ke jalan yang lebih membuatku hancur. Aku tahu awalnya akan sangat melelahkan, semoga selanjutnya tidak.
      Bayangan hitam yang berusaha membenamkan wajahku untuk tidak menatap kedepan mulai merajuk. Tapi aku tidak selemah itu. Aku harus tetap hidup untuk tetap menghamba dan berjalan menuju cahaya yang lebih menentramkan. Walau sebenarnya dengan tangan yang ingin selalu aku gandeng pasti segalanya akan menjadi lebih berarti dan menyenangkan.
         Semoga ini hanya kekosongan sementara. Semoga ini bukan pelarut tekad. Semoga ini adalah langkah lain untuk bersamamu. Beriringan bersama jarak, berlayar bersama waktu dan bercinta melalui doa. Semoga ini hanya kekalutan yang tak berkepanjangan. Semoga harapan tetap bisa digantung dan muara sabar tetap menggenang.
       Segalanya menjadi rumit ketika hati masih enggan beranjak. Masih menetap dan tak mau pergi. Ingin menyerah tetapi begitu berharganya segala yang sudah dilalui. Apakah ada yang lebih pantas dan layak aku perjuangkan selain rasa ini? Apakah ada yang lebih bisa aku andalkan selain penantian yang masih abu-abu ini? Apakah ada yang lebih bermakna dari raga yang selalu sebut dalam setiap malam dan sujudku?
   Ini hanya kebingungan yang tak selamanya. Ini hanyalah kekeliruan yang aku buat sendiri, dinding berwarna biru yang aku cat dengan pilu. Aku sendiri yang melakukannya. Sudahlah.. Ini hanya coretan kelabu yang entah tak berarti dan entahlah... Ini gila ini irasonal.. Ini rindu. Rindu Padamu.


          

Selasa, 24 Maret 2015

Cinta, berdamailah dengan jiwaku. Tetap tenang dalam pikirku tanpa mengusik relung. Duduklah, tanpa bergelut bergemuruh mendera batin. Aku ingin menempatkanmu pada jiwaku tanpa aku jatuh. Nafas yang aku hela akan terasa ringan jika engkau berdamai dengan jiwaku, melangkah tanpa tersengal.

Cinta, berdamailah dengan hatiku. Tetap merasa sejuk jika jarak memayungi tanpa sua dan hangat tubuhnya yang tidak dijangka. Jika tanpa disanding atau disisi tetap terkendali. Prasangka bisa dibendung dan percaya bisa dijaga. Aku ingin menempatkanmu pada hatiku tanpa aku gelisah. Pandangan yang aku layangkan akan terasa semilir jika engkau berdamai dengan hatiku, berjalan tanpa terseok.

Cinta, berdamailah dengan imajinasiku. Hanya langit biru tanpa mendung  yang aku temui, jalan lurus tanpa kerikil yang aku lewati dan pohon yang teduh tempatku berhenti menentramkan, meredam. Aku ingin menempatkanmu pada imajinasiku tanpa aku menciptakan bayangan-bayangan gelap yang menghalangi pandanganku. Seluruh cahaya mataku akan berbinar jika kamu berdamai dengan imajinasiku, berharap tanpa kecewa.

Cinta berdamilah tanpa tersengal, terseok dan kecewa. Jika damai tak mampu maka kau akan membunuhku. Tetaplah berdiri pada tempat yang tepat. Berpijak pada keteguhan yang menguatkan. Adamu tak ubahnya udara yang aku hirup, warna merah pada mawar dan angin pada panas dan gersang. Tak nyata indra, tapi memberi hidup.


Berdamailah.

Minggu, 01 Maret 2015

Rasanya aku ingin kamu didekatku. Kemarilah. Duduk disampingku. Ku mohon kali ini jadilah aku sesaat. Mendengarku, celotehku dan apa yang aku rasakan. Setelah aku berani mengutarakan apa yang ada dibenak sepertinya itu menjadi candu. Ingin semua yang aku rasa kamu harus tahu. Maukah kamu mendengar sampai aku berbusa?

Aku sudah menjadi bagian hidupmu, sepertinya. Karna aku banyak terlibat dalam episodemu. Membuatku merasa sempurna. Aku utuh bersamamu. Aku bisa menjadi manusia. Menjadi manusia yang pada hakikatnya tak bisa hidup tanpa orang lain. Seperti aku yang tak bisa hidup tanpamu. Setelah keputusanku karena egoku, ternyata itu membunuh. Walau tanpa dipungkiri itu juga karena egomu. Baiklah, sejenak kita lupakan masalah itu. Aku hanya ingin kamu tahu, hidupmu sudah menjadi hidupku.

Aku adalah bagian dari hatimu. Begitu menyatu dalam darahmu. Segala tentangmu aku tahu. Menjadikanku merasa punya tanggung jawab atasmu. Apapun yang kamu lakukan aku ikut serta. Jadi, setelah sejenak menghilang darimu hilang ceria dihari-hariku. Serasa dunia tak bergerak, semua melamban.

Coba aku jelaskan. Aku sudah bersamamu tidak hanya seumur jagung. Apa yang membuatmu tersenyum, sedih, murka, menangis, tertawa dan semuanya aku tahu. Apa yang menjadi tujuanmu, cita-citamu. Dan, aku merasa dukunganku begitu berpengaruh untuk proses jalanmu. Atau hanya perasaanku saja? Ketika kamu berkata bahwa aku adalah alasan, semangat untuk menjalani hari-harimu, itu juga yang ingin aku katakan padamu. Kamu berkata setelah kita sepakat.

Setelah itu memang baru tersadar. Andai saja yang kita bicarakan tentang kekuatan mungkin yang kita temukan jalan keluar. Tapi kita terlalu lemah. Aku lemah karena takut kalau kemungkinan buruk terjadi. Aku lemah karena aku adalah harapan orang tuaku. Aku lemah karena tak bisa membagi cintaku karena kalian sama-sama berharga. Pilihan sulit yang harus aku putuskan. Walau sebenarnya bisa saja aku mencari cara untuk menyayangi kalian secara seimbang. Celakanya aku terlambat menyadari.

Andai saja yang kita bicarakan tentang kekuatan. Bagaimana jalinan kita bisa dipertahankan. Iya, kita. Bukan hanya aku atau kamu. Tapi aku dan kamu. Kita berdua. Berjuang bersama menantang arus yang terus menggerus. Agaknya kita kehilangan pegangan. Rasa kecewa membuat kita enggan menggantungkan harapan lagi. Melukis angan yang sebenarnya bisa memacu semangat. Tetapi kita terlalu takut.

Kini berjalanlah kemanapun arah yang ingin kamu tuju. Tetaplah menjadi baik seperti yang aku kenal. Berkelanalah sejauh kamu mampu dan mengambil sisi positif disetiap langkah yang kamu telaah. Berbahagialah dengan cara yang kamu pilih tanpa menyalahi kaidah kehidupan yang lurus. Percayalah aku akan selalu baik-baik saja. Melihatmu bahagia itulah kebahagiaanku. Jangan lupa dengan cita-citamu. Kalau sampai aku mendengar kamu beralih dan menjauh dari apa yang kamu angankan, sehingga cita-citamu yang terbengkalai, aku akan menjadi orang pertama yang marah dan kecewa padamu.

Ketika kamu memberi kabar, aku akan berharap itu adalah kabar kesuksesanmu. Aku adalah orang pertama yang akan bahagia. Jika dalam perjalanan kamu kelelahan carilah tempat bersandar, yang menjadikanmu lebih baik dari sebelumnya. Kabari aku, aku pasti akan lebih bahagia. Bertanggungjawablah atas sesuatu yang sudah kamu mulai. Konsisten dan selalu semangat. Percayalah, ini yang terbaik.

Aku, akan berlari untuk mengejar apa yang aku inginkan. Apa yang menjadi tujuanku.








Jumat, 30 Januari 2015

Mereka sebenarnya adalah keraguan, tanpa tujuan, seperti iya seperti enggan, mengikuti alur hujan, yang sebenarnya bukan keinginan.

Mereka adalah sebuah perjalanan, mengalir dengan sebuah ketidaksengajaan. Tanpa rencana, begitu saja ada. Terus melaju, berharap bongkahan binar berlian mampu menyelinap dihati dan memberi sinaran. Lalu, kedua ujung bibir menyudut kekanan dan kekiri.

Mereka adalah sebuah bayangan yang tak diduga, gemuruh yang ingin membuncah, tumpah ruah dan membanjiri dunia dengan teriakan riang dan lompatan-lompatan kecil. Didepan mata sudah terlihat pancaran tawa dan... ahh... bayangkan saja rasanya ketika kita mengharap hadiah yang kita dambakan dan hadiah itu lebih indah dari yang kita harapkan.. iya, persis. Rasanya seperti itu.

Dan, akhirnya...  





Mereka adalah hembusan angin yang menentramkan, lautan luas menyelimuti bumi,  deburan ombak yang berlomba-lomba, langit. Langit yang menaungi dengan biru lembutnya. Oh iyaa, pasir. Pasir putih.

Gemuruh itu kemudian lepas dari bendungannya. Benar, teriakan riang dan lompatan-lompatan kecil. Sesuatu yang indah didepan mata. Menghela nafas kemudian melepasnya dengan hembusan cinta dan syukur. Memejamkan mata kemudian membukanya dengan kerlingan manja. Ini luar biasa.

Permainan dimulai. Berkejar-kejaran dengan air, bercengkrama dengan pasir, mengikuti arus bahagia mereka yang bahagia saat itu juga.

Lucu dan menyenangkan. Sebenarnya ada satu foto yang mereka berpose bebas lihat kamera, lucu dan menyenangkannya terlihat, tapi keberadaan foto itu entah. Mereka bukan orang yang kami kenal, tapi melihat kebahagiaan mereka terlewat begitu saja sepertinya sayang.



Kembali dengan suka cita yang tak terdeskripsi.

Mereka adalah karang yang tegar, makhluk-makhluk yang belum pernah dijumpai. Mengagumkan. Karya Tuhan memang... entah apa kata yang pantas dan tepat. Membiru bersama laut lepas dan megabadikan apa yang ada disekitar.






Mereka adalah aku dan dirinya. Tentu saja sangat sayang jika kebahagiaan, teriakan kecil dan lompatan-lompatan ini hanya sendirian. Dirinya yang mendengar luapan cita dan cinta, dirinya yang tersenyum simpul melihat lompatan, larian dan binar yang bening dan menyejukkan. Aku tak sendirian.



Mereka adalah hembusan angin yang dapat aku rasakan kehadirannya. Terpaannya yang melewati sela-sela jari yang aku rentangkan. Jangan khawatir! Teriakan kecil itu masih ada disepanjang jalan. Hahaha.... Bagaimana masih ku ingat, tubuhnya yang aku koyak-koyak, aku tepuk-tepuk punggungnya. Mungkin lebih girang dari anak TK yang diberi ayahnya beberapa coklat dan permen. Iya, dia bagai ayah. Sosok ayah yang pasti akan didambakan oleh anak manapun jika semua calon ibu tahu. Ahh.. kenapa aku bilang! x_x

Mereka adalah lika liku jalanan senja menjelang malam. Rintikan hujan, angin dingin yang menyisip, dan dekapan. Perjalanan panjang yang hening, gurauan kecil dan usapan. Ditutup dengan panorama ciptaan manusia yang luar biasa. Hamparan cahaya Jogjakarta yang cantik berkelip. Warna-warni menawan yang memikat dan membuat kami tertahan.



Mereka adalah makhluk ciptaan Tuhan yang mencari hunian untuk berteduh kala hujan berderu, panas menyengat, gundah berlabuh, duka membasahi luka, air mata yang berdera, senyuman manis yang mengembang, gelak tawa yang menggema, tempat kembali kala lelah menghinggapi. Dan mereka telah bersama, saling melengkapi. Menghuni hati yang penuh kehangatan dan damai.


Mereka adalah manusia biasa yang memerlukan daya dengan mengisi energi. Mereka menutup cerita hati itu, 7 Desember 2014 dengan menu puyuh goreng dan ayam bakar. Menyusul kejutan selanjutnya, di bulan Desember. Ceria. Your December.