Jumat, 15 Agustus 2014

Bagaikan Pinang Dibelah Kapak


Meski gerimis kami tetap melanjutkan perjalanan menuju tempat incaran kami. Setelah perut kenyang dengan bakso hasil icip – icip di tempat yang sudah kami rencanakan sebulan yang lalu, kami pergi ke swalayan yang tak jauh dari tempat makan kami tadi. Oh iya, perkenalkan, nama ku Aliya. Aku pergi bersama Isna. Kami satu kantor di salah satu perusahaan di Surabaya. Mumpung hari ini hari Sabtu dan jam ngantor juga hanya setengah hari aku dan Isna jalan – jalan. Aku mengantar dia beli ikat pinggang incarannya.

“Ga ada nih Ya, cari ke tempat lain yuk?”

“Yakin ga ada? Tangan hampa dong. Sini deh liat barang – barang yang lain dulu.” Ku layangkan pandanganku di deretan baju – baju. Aku ambil satu, dan cocok. Bungkus!

“Kok malah jadi aku yang belanja sih?”

“haha, yuk cari tempat lain. Kita ke Mall aja, sambil jalan – jalan. Yuk, cuss!”

Kami memang suka jalan – jalan berdua tiap akhir bulan. Tau kan maksudnya? Entah pergi ke pasar tradisional untuk cari makanan enak atau pergi ke mall dan berjalan – jalan hanya sekadar melihat – lihat. Tapi ada satu yang jadi makanan wajib kami, “Es Krim”. Yes, ice cream. Makanan satu ini emang tak ada matinya, semua umur gemar memakannya, kecuali yang ga gemar. Hoho

Setelah muter – muter, bolak – balik, naik turun mall, akhirnya ketemu barang incaran Isna. Dan acara selanjutnya adalah hunting es krim. Yummy! Es krim Mc Donald choco top, es krim vanilla dicelup ke coklat hangat trus nanti coklatnya beku karena kena es krim, ulala.!. Kami cari tempat ternyaman untuk menikmatinya. Mulai deh, kalau cewek ngumpul, apa sih yang dibicarakan. Sudah bisa ditebak kan?

“eh Ya, aku galau nih, gimana dong. Aku takut terlalu berharap sama Mas Agung. Dia tuh ga jelas maunya apa, ga enak tau digantungin. Aku butuh kepastiaaaaan..” dia lampiaskan kekesalannya dengan melahap eskrimnya hingga belepotan.

“haha, dasar ababil. Kalau ga jelas ya udah diemin aja. Ga tegas banget sih tuh cowok. Mumpung  belum terlanjur jauh.”

“iya juga sih. Tapi susah Ya, cowok kaya Mas Agung tuh ga banyak. Aku takut ga nemuin lagi.”

“xixxii, dasar cuplis. Jangan risau deh, jodoh kita itu cerminan kita, jadi perbaiki diri terus, banyak doa, yakin deh, cowok seperti apapun yang kita inginkan pasti kita dapat. Orang yang baik itu untuk yang baik, begitu juga sebaliknya.”

“Nah loh, dakwah deh.”

“Isna sayang, itu penting dan harus di ingat. Daripada kita pusing mikirin cowok yang ga jelas pangkal ujungnya, mending kita fokus ke jalan hidup kita, memperbaiki diri.”

“Iya – Iya. Injih. Eh, gimana Mas Ilyas?”

“Maksud loe? Please deh, jangan sebut dia. Dia memang idamanku, tapi aku juga tak tau apa yang dia rasakan padaku. Mending menerima apa adanya Mas Kiki, walaupun kadang ngeselin, tapi kita saling melengkapi. Coba kalau aku sama Mas Ilyas, aku bakal ketergantungan dan tidak mandiri. Intinya adalah, apa yang kita pikirkan baik untuk kita belum tentu baik untuk kita, dan begitu juga sebaliknya.”

“baiklah Nyai, paham. Pulang yuk. Tapi mampir sholat di kantor dulu ya.”

Jalanan padat merayap. Maklum weekend. Kami manfaatkan saja waktu itu untuk berbincang – bincang.

“ga nyangka ya kita bisa bareng – bareng gini. Inget ga waktu dulu kamu pertama kali masuk kerja, kita kan ga saling kenal, tapi Allah mempertemukan kita. Ingat waktu dulu kita berkenalan, waktu tes kita saling berpandangan, “aku ga bisa.” Aku waktu itu pesimis banget. Hanya ada 3 kemungkinan, aku dan kamu, kamu dan Tia atau Tia dan aku yang akan diterima.” Oceh Isna.

“haha, iya tuh sama. Dulu aku tuh dah pasrah, plus angkat tangan. Bayangakan saja, surat menyurat. Sama sekali bukan basicku. Aku bener bener bersyukur banget, memang uda rejeki kita kali ya.” Jawabku menyetujui kalimat Isna.

“Tepat sekali.”

Dan ternyata banyak sekali persamaan kami, mulai dari ketakutan kami dulu dalam berpakaian, soalnya dulu kerja ga boleh pakai jeans, padahal baju kerja kami ga punya, baru lulus sekolah soalnya. Lalu, soal kegiatan kami waktu dulu, kami suka terlibat dalam organisasi sekolah, kesamaan kami tentang masalah selera makanan, masalah keuangan, keadaan rumah. Dan lain sebagainya. Saking konsentrasinya kami ngobrol, tak terasa sudah sampai kantor. Kami masih melanjutkan pembicaraan kami.

“Eh, rencana kita batalin dulu yuk. Kalau mau pergi liburan bareng keluarga kita tunggu sampai keajaiban bonus tiba saja. Kantong kempis nih.” Kataku.

“Bener nih, budget jadi obrak abrik nih gara – gara beli barang tak terduga. Emang uang mu buat apa kok uda sekarat?”

“Uda masuk pos masing – masing. Hehehe”

“Sama nih, uangku uda aku kasih ibu.”

“Eh, Is. Pernah ga kamu berangkat kerja ga bawa uang sepeser pun? Saking keringnya kantong.”

“Iya tuh, pernah. Kalang kabut deh. Kadang aku juga bawa uanng kantor sih, jadi aman kalau buat jaga – jaga.”

“Jiah, mending tuh. Aku tuh pernah dan hampir seperti itu tiap akhir episode. Bayangkan saja. Tapi aku sih cuek saja. Yang penting bensin full. Nanti kalau bensin abis, atau ban bocor, atau motor mogok tinggal datang ke bengkel. Gampang kan?”

“Trus bayarnya?

“Tinggal bilang saja. ‘Pak atau Mas, ini saya tidak bawa uang sama sekali. hp saya saya tinggal saja ya, nanti saya ambil. Atau Mas mau KTP saya, No hp, atau alamat. Udah, gampangkan.”

“Hahaha, dasar. Ga gitu juga kali..” Isna tertawa dengan nada girang.

“Loh, ya harus gitu dong. Tapi percaya atau tidak, alhamdulillah wasyukurillah terima kasih ya Allah, sama sekali hal itu belum terjadi. Apapun kalau niatnya ikhlas karna Allah, insyaAllah dijaga dan dijamin keselamatannya. Aku kan niatnya Ikhlas mau kerja cari rejeki buat ibu bapak adik kakek nenek, dan Allah membantuku. Hebat kan.”

“Bener sekali. Kuasa Allah memang nyata.”

“Semoga menambah kuat iman kita. Ketika harta kita tak punya, jangan pernah risau dan takut. Dengan Allah cukup. Meski kantong bolong kosong blong, yakin saja Allah tak pernah lengah penjagaanNya. Jika dari hati niat tulus ikhlas karena Allah, pasti semua akan dimudahkan. Cukup Allah yang ada dihati. Memang sih kedengarannya klise, tapi kalau sudah dibuktikan dan sudah merasakan manisnya kasih Allah, yakin deh, semakin kita akan mendekat dengan Allah. Bukankah hidup bersama Allah itu begitu indah?  Jadi, kalau pas ga punya uang itu aku ga pernah mengeluh, hanya aku adukan kepada Allah. Semoga Allah memberikan kemudahan dan keselamatan tiap langkahku. Gitu aja. Trus, aku juga punya amalan setiap berada diperjalanan. Dengan membaca Istigfar, sholawat, tasbih, tahmid, takbir, tahlil. Nanti tau tau uda nyampe kantor. Sungguh, Maha Besar Allah. Jadi merinding nih. Buruan sholat yuk, aku dah ditunggu ibu.”

“Siap bu Nyai. Heheh. Luar biasa.! HASBUNALLAHU WA NI'MAL WAKIL,
NI'MAL MAULA WA NI'MANNASHIR

Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.

0 komentar: