Kau Bukan Yang Ku Mau
Pukul 22.35 semua lampu ruangan kumatikan kecuali kamarku.
Aku tak bisa tidur kalau kamar gelap. Meskipun Abang protes terus tapi dengan
rayuanku akhirnya dia kalah. Abangku hanya manggut – manggut dan suka mencubit
pipiku.
Kulihat Abangku langsung terlelap. Mungkin dia lelah. Mulai
hari ini setelah mengajar jam sekolah Abang member materi les, soalnya UN akan
segera dilaksanakan. Abangku seorang guru Bahasa Inggris di SMA Negeri Surabaya.
Aku belum bisa tidur. Lama aku menatap langit – langit
kamar. Berkali – kali ku lihat jam, waktu lama sekali berputar. Aku bolak –
balik posisi tidurku berharap mendapat posisi yang nyaman. Hasilnya nihil. Ya
Allah..
Ketika ku balik badan ke arah Abangku, sejenak aku
menatapnya. Ku lihat wajahnya yang bulat dengat jenggot tipis didagunya. Ku
nyamankan posisiku, ku pandangi Abangku lekat – lekat, aku tersenyum. “Mungkin
ini sudah skenario dari Allah. Aku tak pernah menyangka bisa berada diposisi
ini. Menatap Abang, bisa seranjang dengan Abang, kenapa bukan orang lain.
Inilah takdir.” Gumamku dalam hati.
Iya, aku tak pernah menyangka. Entah, kenapa aku bisa
menikah dengannya. Tiga tahun berlalu. Memang perkenalan kami cukup singkat,
lima bulan. Setelah masa itu Abang nekat melamarku. Ku tanakan pada ibu dan
kakak perempuanku. Kakakku menjawab,
“Kalau tidak ada alasan untuk menolak kenapa tidak.”
“kalau ayah sama ibu setuju saja, dia dari keluarga baik –
baik, agamanya juga bagus. Benar kata kakakmu” Imbuh ibuku.
Dengan berbagai pertimbangan akhirnya ku iya kan lamaran
Abang. Semula aku terkejut, kok Abang seperti ini. Sikapnya, sifatnya jauh dari
apa yang aku bayangkan. Sama sekali dia bukan tipeku, bukan dambaanku. Awal –
awal penyesuaiannya agak susah, tapi lama – lama aku mulai nyaman.
Tapi walaupun begitu aku sayang sama Abang dan akan terus
menyayanginya. Tahun pertama pernikahan kami allah menghadiahkan seorang putri
cantik. Kami beri nama Fathiya Azzahara. Dia begitu mirip dengan Abang, mukanya
bulat. Tapi matanya mirip denganku, belo dengan bulu mata yang lentik. Cantik
sekali. Alhamdulillah ya Allah, semoga dia kelak jadi wanita yang sholeha,
cantik luar dalam. Aamiin.
Aku teringat beberapa hari yang lalu. Hari itu dan tiga hari
kedepan, kantor ditempatku bekerja akan diadakan training. Aku ikut serta
didalamnya. Jam 08.30 acara dimulai. Ketika pintu masuk terbuka semua mata tertuju
pada tiga orang yang memasuki ruangan. Ada dua laki – laki dan satu perempuan.
Mereka lalu berkenalan dan memulai training.
Entah kenapa aku semangat menjalani training itu. Aku begitu
antusias. Salah satu trainernya lah yang membuatku semangat. Dia bernama Indra
Lukmana. Umurnya 27 tahun selisih lima tahun denganku. Aku melihat dia sebagai
sosok yang sangat berwibawa diusianya yang masih tergolong muda, tegas, penuh
semangat, suka humor, cerdas dan kharismatik. Sepertinya pemahamannya tentang
agama juga bagus. Selalu aku tertegun saat memandangnya. Ini lho idamanku.
Suasana selalu ramai jika dia yang mengisi trainingnya. Dia
selalu berhasil membuat bercandaan yang tidak garing. Semua orang simpati
kepadanya. Pokoknya dia bisa membuat hariku berseri disaat training. Tapi
memang tak bisa dipungkiri emapt hari training membuatku lupa akan Abangku.
Membuatku berangan – angan andai dia yang jadi Abangku, sesuai keinginanku.
Astaghfirullah…astaghfirullah!! Ampuni
hamba ya Allah. Seketika langsung ku sms Abangku, kutanya dia, sedang
apa. Demi membunuh pak Indra di otakku. Terus seperti itu, ketika aku teringat
pak Indra ku sms Abangku.
Tak terasa aku menangis, ku usap – usap kening Abangku. Ku
tatap matanya yang tengah terpejam. Takdir Allah memang indah. Andai saja aku
dijodohkan dengan orang yang aku dambakan yang sesuai dengan keinginanku pasti
aku tidak akan menjadi seperti ini. Pasti aku akan manja, dan semua hanya datar
karena semua berjalan lurus. Tapi kalau dengan Abangku, aku bisa belajar
bagaimana menghadapi sifatnya yang cuek, tidak peka, tidak perhatian, suka
jahil tapi jatuhnya pasti aku marah, tidak mau mengalah dan disalahkan. Pernah
kami berselisih paham namun tidak lama, karena aku paham emang Abang seperti
itu. Kami diciptakan untuk saling melengkapi, dan dari situ aku belajar
memahami dan menanggapi sifat Abang. Semua sudah digariskan untukku.
Waktu menunjukkan pukul 23.15, mataku terasa berat. Ku kecup
kening Abang, tenang Bang, tetap kaulah
yang kucinta. Ya Allah, terima kasih.
0 komentar:
Posting Komentar