Jumat, 15 Agustus 2014

Ini Kekuatan Do’aku, Bagaimana Kekuatan Do’amu?


Siapa sih yang mau jadi orang tidak kaya? Siapa sih yang mau jadi orang susah? Siapa sih yang mau hidup berkekurangan? Kamu? Dia? Mereka? Atau aku? Tidak! Sama sekali bukan sebuah mimpi, bukan sebuah cita – cita, bukan sebuah keinginan, bahkan dengan membayangkan semua itu saja rasanya sudah menderita. Tapi apa daya sih, posisi itu memang ada, banyak! Aku kalau disuruh memilih, aku pasti tidak akan mau memilih posisi itu. Mau apalagi deh, semua sudah jadi jalanNya kok, mungkin lebih tepatnya hasil dari perbuatan yang telah lalu. Mungkin pendidikan orang tua yang rendah jadi pekerjaan yang didapat juga tidak bisa menghasilkan uang banyak. Aku tidak mau menyalahkan orang tua ku. Karna pasti orang tuaku sebenarnya juga tidak mau berada di posisi ini.

Sebagai anak dari keluarga yang “sederhana” yang kehidupannya biasa – biasa saja aku mencoba memaknainya secara bijak. Mau mengeluh tuh rasanya ga bisa. Melihat orang tuaku saja rasanya sudah kasian kalau aku mau berkeluh kesah. ayahku, lelaki hebat penakluk segala musim, dari musim tanaman apa saja tangan kuat ayah ikut andil dalam penggarapannya. Tapi bukan tanaman kami sendiri. Ayahku seorang buruh tani. Ibuku.. ibu rumah tangga biasa, tapi sering kali ibu juga ikut ke sawah misal ada yang minta jasanya, nanem padi, buruh tanaman tembakau atau lain – lain. Itu pun kalau ada yang butuh jasanya. Aku, anak sulung sekaligus anak bungsu, alias semata wayang. Ga punya saudara euy, ga ada hiburan, ga ada yang diajak saling berbagi. Tapi, syukurlah, ibu dan ayah jadi tidak berat untuk membiayai sekolahku.

Besok senin uda mau ujian kelulusan, entah ujian praktik, uas, unas. Sebenarnya aku sudah siap menghadapi itu semua, belajar oke, badan uda fit, peralatan siap. Tapi ada satu hal yang aku benci dan aku takut menghadapinya. Masalah administrasi, aku takut menghadap ayah ibu. Tapi mau bagaimana lagi, itu syarat sahnya ikut ujian. Huuhhffhht!
“oohh, ya besok diusahakan ndug. Ayah masih punya gabah beberapa karung, besok biar digilingke ibumu, biar dijual berasnya, sebagian buat makan sehari – hari. Kalau masih kurang ya nanti ayah carikan.”
Ayah, aku akan buktikan, akan aku tuntaskan segala penderitaan ini. Kalau pun ayah mau tetap bertani,biar hasilnya ayah tabung ya. Doakan aku.

Ayah, Ibu, doa kalian terkabul. Setelah selesai ujian, aku mengikuti tes di salah satu Perusahaan. Tak ku sangka, tak ku duga, tak ku nyana, aku lolos. Padahal, aku tak berharap banyak bisa diterima disitu. bayangkan saja, tes bidang akademik aku tidak bisa ngerjain. Memang, aku kurang pintar di bidang itu. Tapi, mungkin ini rejeki kita yah, bu. Ini jawaban dari permasalahan hidup kita. Kita sudah saatnya bangkit dari keterpurukan. Dan tau ga yah, bu, mulai minggu depan aku dah mulai kerja, padahal pengumuman kelulusan belum dilaksanakan. Subhanallah walhamdulillah walaa illahaillallah wallahu akbar.

“Yah, ini ada sedikit tabungan Nabil buat ayah. Buat benerin motor ayah aja, buat servis.” Ayahku menerimanya dengan mata berkaca – kaca. Aku segera berlalu agar air mata ku tidak tumpah didepan ayah. Sudah 6 bulan aku bekerja, Alhamdulillah aku bisa menabung untuk aku berikan kepada ayah dan ibu. Kembali Allah menurunkan berkahnya untukku. Baru 6 bulan bekerja perusahaan tempatku bekerja sudah mengangkat ku sebagai pegawai tetap. Karena mereka menilai kinerjaku sangat bagus dan bisa diandalkan. Ketika ibu ku mendengar kabar itu beliau langsung bergembira, ini buah dari prihatinmu selama ini nak, ibu bilang begitu padaku.

“assalamu’alaikum mbak Nabil, apa kabar? Sekarang kuliah atau kerja mbak? Dimana?” sms dari adik kelasku.

“wa’alaikumussalam wr wb, Alhamdulillah baik dek. Kamu?  Sekarang aku kerja dek, di perusahaan X, di Solo. Kamu bagaimana sekolahnya?” balasku.

“Alhamdulillah baik juga mbak. Wuah, langsung kerja ya mbak, hebat. Beruntung banget. Hehe. Sekolahku lancar aja kok mbak, mulai bulan ini sudah mulai Prakerin.”

“biasa saja dek, mungkin sudah rejekinya. Ohh, yang rajin sekolahnya ya.”

“iya mbak, sip. Mbak kasih tau dong kiat biar bisa langsung dapet kerja.”

“wuadu, gimana ya dek. Kalau yang aku lakuin dulu sih Cuma do’a sama usaha. Sholat yang rajin, abis itu do’a yang bener dan konsisten, dulu aku doa’anya gini dek, ‘ya Allah golongkanlah hamba sebagai anak yang selalu beruntung, dekatkanlah jodoh hamba yang sesuai hati nurani hamba, dan mudahkanlah hamba mencari pekerjaan setelah lulus sekolah nanti’ itu aku doaku dari kelas satu sampai dapet kerja dek, Alhamdulillah makbul. Terserah kamu sih dek format doanya mau yang bagaimana. Hehe. usahanya juga harus kenceng ga boleh ngeluh. Gitu aja sih, ga ada kiat khusus kok. ”

“ohh, siap deh mba.  makasih banyak ya mbak.. besok aku sms lagi ya.”

“iya dek.”Itu sms ku sama adik kelasku. Katanya dia ngefans sama aku. Entah apa yang dia kagumi dariku. Aku sendiri tak mengerti.

Ada lagi temenku yang bertanya tentang kiat ku mendapat pekerjaan dan bisa langsung jadi pegawai tetap.
“Nabil, kok kamu beruntung banget sih. Belum lulus dah dapet kerja, sekarang sudah jadi pegawai tetap. Enak banget ya.”
“hehe, Alhamdulillah. Rejeki sudah diatur, kamu juga beruntung kan udah bisa kerja.”
“iya juga sih, tapi kerjaan kamu lebih enak, ringan dan gajinya juga lumayan.”
“Alhamdulillah, ga ada yang instan. Semuanya melalui proses.”

Iya, proses. Bersakit sakit dahulu bersenang senang kemudian. Ingat kan peribahasa itu. Sebelum aku merasakan bahagiaku saat ini, sebelumnya aku menelan perihnya hidup dulu. Di hidupku yang dulu serba “sederana” mengajariku tentang banyak hal. Terutama bersyukur. Dulu waku masih sekolah, temen temen pada naik motor, aku naik sepeda. Tapi aku bersyukur, selain bisa sekalian olahraga, juga ngirit ongkos.  Sekadar menghibur hatiku. Dulu, aku sama sekali tak punya banyak uang, sekalinya aku bisa nabung, pasti sudah habis untuk fotocopi lah, beli ini itu lah. Habis. Pokoknya dulu tuh serba susah. Tapi justru itu semua yang mndekatkanku dengan  Allah dan keberuntungan itu. Aku mulai puasa senin kamis, rajin dhuha, tahajud, lebih menghargai apa yang aku punya, selalu khusnudzon pada Allah. Aku juga ikut organisasi osis dan rohis. Yah, penngalamanku tambah banyak, lebih mengerti tentang berbagai karakter, dan dari situ aku mulai bisa percaya diri kalau aku bisa. Selama berorganisasi melatihku untuk jadi jiwa yang bisa bertanggung jawab, mandiri, bisa diandalkan, dan tidak gampang mengeluh, ada masalah langsung hadapi. Selesai.

Mungkin itu yang jadi pertimbangan perusahaan saat menerimaku jadi pegawai. Aku sudah mempunyai keterampilan dan bisa dipercaya. Segala puji hanya bagi Allah. Sekarang tinggal ku nikmati hasil nya dan terus berjuang, inilah awal dari perjuangan yang baru. Selalu mudahkan langkah hamba ya Allah. Terima kasih atas segala kesusahan yang engkau limpahkan kepada hamba, ini menjadikan hamba lebih mengerti tentang makna hidup. Jangan jadikan hamba sebagai jiwa yang sombong yang Allah atas apa yang telah hamba peroleh, lindungi hamba dari sifat kikir, dan golongkanlah hamba sebagai hamba yang pandai bersyukur, aamiin.

Digolongkan sebagai orang yang beruntung, sudah. Dapet kerja juga sudah, tinggal jodohnya yang belum. Do’a yang kenceng lagi, Nabil…… ^^


0 komentar: