Jangan Ragu Berjilbab
Mereka cantik sekali, meskipun tidak ada pembeda diantara
mereka. Warna, bentuk dan cara memakainya sama. Ya iyalah, seragam sekolah. Manis, rapi, anggun dan aman. Tidak sepertiku
yang masih memakai rok pendek. Ah, cantik! Aku selalu terpukau melihat adik
kelas, teman – temen ku atau kakak kelas yang memakai jilbab. Bagaimana pun
bentuk wajahnya dimataku mereka cantik. Iya, cantik!
Kebetulan, teman main, ngumpul, ngerjain tugas dan kemana
– mana kebanyakan berjilbab. Jadi jika
aku berjalan bersama mereka hanya aku yang belum tertutup, masih bisa dikonsumsi publik. Ngeri! Sebelumnya sih, aku
biasa saja, tapi aku seperti orang asing jika dilihat. Seperti bukan golongan
mereka. Bahkan aku pernah dikira non muslim ketika bersama teman – temanku,
karena aku tidak berjilbab sendiri. Ternyata, jilbab adalah identitas.
Rasa kagumku semakin bertambah, rasanya sejuk melihat
orang berjilbab. Aku tak pernah memakai jilbab kecuali di pengajian atau saat
bepergian jauh. Ah, terlalu! Aku pernah memakai jilbab, sekali, karena aku lupa bawa seragam pramuka, aku cuma memakai
seragam olahraga. Aku pinjem temenku, tapi dia berjilbab. Tak apa, sekali –
kali bikin sensasi. Dan responnya bagus uey, pada bilang aku cantik. Ahay! Aku
sendiri juga nyaman memakainya. Gejolak untuk berjilbab akhirnya tumbuh. Aku
mulai cerita pada temanku tentang niatku untuk berjilbab. Dia mendukung. Tapi
bukan hanya dukungan yang aku butuhkan kawan, tapi seragam dan jilbabnya! Aku
tanya dengan seorang sahabatku, dia bersedia meminjamiku rok osis dan seragam
pramuka plus jilbabnya. Alhamdulillah. Allah tahu yang ku mau.
Yang jadi masalah adalah, seragam identitas sekolah. Tak
ada yang punya. Aku cari sana sini, tanya temen temen yang lain, hasilnya
nihil. Ya Allah, saya niat banget loh ini, mudahkanlah. Eits, doa ku
dikabulkan, cepet banget kan? Kalau niat baik itu pasti akan dipermudah
jalannya. Suatu hari, aku bermimpi, ada seorang temenku yang mempunyai tetangga
yang dulunya adalah alumni sekolahku. Berbekal petunjuk bunga tidur itu, walau
percaya dan tidak aku iseng – iseng tanya temanku yang ada di dalam mimp itu.
Ternyata tidak ada. Tapi, jangan sedih dulu, justru yang punya adalah teman
sebangku teman yang aku mimpiin tadi. Alhamdulillah! (lagi). Yes! Lengkap
sudah. Sekarang kemana- mana kau akan lihat aku dengan teman - teman ku sama. Manis, rapi, anggun, dan
cantik. Hehehehe.
Itu cerita ku saat aku kelas dua. Kali ini berbeda cerita
saat aku kelas tiga. Ini ujian! Untuk foto ijasah, banyak teman temanku sendiri
memilih melepas jilbabnya. Temenku sendiri . Yang aku jadikan cermin. Waw!
Alasannya sih katanya kalau melamar kerja foto ijasah harus tidak berjilbab
walau kesehariannya berjilbab biar kelihatan bentuknya (ga ada cacat maksudnya).
Di satu sisi ingin menunjukkan wajah sempurna, satu sisi ini adalah aurat, jadi
harus ditutup. Ternyata aku galau juga. Tapi kok gitu sih? Alasan klasik. Aku
ga mau, aku ga mau lepas. Aku perjuangannya susah loh. Aku tetap memakai
jilbab. Toh, rejeki Allah yang atur, pasti ada pekerjaan yang bisa ku dapat
tanpa harus melepas jilbabku. Jepret, selesai.
Sambil menunggu hasil kelulusan, saatnya hunting job. Aku
sudah siap melamar kerja di suatu perusahaan di Jakarta. Tapi, ternyata ibu
tidak mendukung. Alasannya karena jauh, takut ga ada yang ngawasin pergaulanku
disana. Sedikit protektif. Akhir kata, nurut sajalah. Akhirnya ada saudaraku
yang menawarkan pekerjaan untukku, tempatnya di Jogja. Katanya gaji di Jogja
dan di Jakarta yang tadinya mau aku lamar itu sama. Jelas dong pilih yang
deket. Tapi syaratnya, ga boleh pakai jilbab, soalnya itu bos nya Chinese, jadi
kalau mau berjilbab kalau uda pulang atau pas di kost. Jleb, ujian kedua, duh
Gusti! Ibu semangat mengomporiku untuk kerja di Jogja, udah deket, ada
asramanya, proses masuknya nanti bisa dipermudah dengan adanya mbakku disitu,
gaji gede pula. Hiks.. tapi jilbabku.. aku terpaksa mengiyakan tawaran itu. Memang
lowongan kerja di sekolahku masih banyak, tapi tidak lebih baik dari yang di
Jakarta sama di Jogja, kata Ibu, “Eman”. Baiklah bundo, nurut sajo lah.
Karena sudah dijamin sama mbakku, aku santai melenggang
menunggu pengumuman. Ngapain ribet, aku dah dapet kerja. Hohoho. Deg – degan
banget nunggu pengumuman, bagaimana hasilnya ya? Aku ngerjain sendiri loh,
kalaupun nanti hasilnya jelek ga papa deh, aku usaha sendiri. Nilai ku tetep
bagus dimata Allah, itu hasil kejujuranku. Ecieeeh…. Tapi deg – degan ku nambah
nih, mbak ku bilang sama Ibu ku, ternyata masih nunggu sekitar tiga bulanan
lagi kalu mau daftar ditempat kerja mbakku, nunggu ada yang keluar dulu dari
situ dan aku ceritanya buat cadangan. Bah, lama kali. Tiga bulan, trus aku
ngapain dong selama itu. Singkat cerita, gantian aku yang kalang kabut cari
kerja. Temen – temen ku uda ada yang berangkat kerja sebelum pengumuman tapi
aku bingung sendiri. Nah loh!
Mau daftar dimana ya? Telat, uda pada tes semua. Pasti
kalian tanya kenapa ga kuliah? Ga ada ongkos euy, makanya mau kerja dulu,
insyaAllah kalau ada kesempatan lanjut kuliah. Eits, balik lagi ke pekerjaan.
Aku masih belum dapet. Putus asa. Sedih, nyesel. Kenapa dulu aku ngga sambil
daftar yang lain yang. Huhuhu. Yah,
namanya penyesalan datangnya di akhir, kalau di awal namanya pendaftaran,
katanya sih gitu. Tapi, sekali lagi,
niat baik pasti akan ada jalan keluarnya.
Suatu hari, aku ke ruangan Konseling dan bertemu dengan
bu guru BK. Ternyata disitu aku disuruh nyebarin info lowongan kerja di suatu
pabrik sarung tangan. Tapi bukan jadi buruh, yang dibutuhkan pas bagian
administrasi. Pas banget saudara! Aku lagi butuh kerjaan tiba – tiba ada
lowongan kerja baru. Sesuatu banget ga tuh! Alhamdulillah (sekali lagi). Tanpa
basa basi aku siapkan segala perlengkapan yang dibutuhkan untuk melamar kerja
di pabrik itu. Dengan penuh semangat tentunya. Semoga allah berikan yang
terbaik.
Dan, benar saja. Setelah melewati proses panjang, tes ini
itu, akhirnya aku diterima. Di-te-ri-ma! Subhanallah. Aku dan temenku berdua yang diterima disitu.
Terima kasih ya Allah. Dan, satu lagi nikmat yang Allah beri untukku. Disitu tidak
ada ketentuan khusus dalam berpakaian, ini artinya bebas dong. Aku bebas
berjilbab. Iya, berjilbab! Allahu akbar!
Betapa Allah menyayangiku. Hanya karna aku ingin
mempertahankan jilbabku Allah memberikan kemudahan untukku. Yang terpenting
sekarang adalah bagaimana aku memperbaiki hati dan akhlakku agar seimbang dengan pakaian yang aku kenakan. Ketika aku
pakai jilbabku, aku merasa nyaman dan aman, tidak sembarangan orang bisa
melihat kecantikanku. Terkadang aku merasa miris ketika aku melihat perempuan
dengan pakian minim – minim. Aku jadi ingat ketika aku dulu belum berjilbab.
Betapa banyak orang yang dengan bebas melihatku, bentuk tubuhku, rambutku yang
tergerai yang pastinya menimbulkan pikiran yang sedemikian rupa, ada yang
beristighfar atau bahkan ada yang menikmatinbya. Astagfirullah betapa rendahnya
aku.
Bukan kah menutup aurat itu suatu keharusan? Jangan
menunggu hidayah Allah untuk berjilbab. Tapi jemputlah dengan penuh harap dan
ketulusan. Niscaya Allah akan permudah segala hal yang diniatkan untuk
kebaikan. Dengan jilbab kita akan terlindung. Bahkan banyak yang mendoakan
kita. Kok bisa? Iya. Kalau kita lewat di depan orang dengan pakaian yang minim,
banyak yang godain, tapi berbeda kalau kita berpakaian rapat, rapi dan
berjilbab, justru mereka mengucapkan salam. Apakah kamu pernah mengalaminya? J aku sudah.
Berjilbab, hal yang wajib untuk setiap muslimah. Untuk teman
– teman yang belum berjilbab segera berjilbablah, temukan segudang rahasia
indahnya yang tertutup itu dan sekian banyak keajaiban – keajaiban sehubungan
dengan jilbabmu. Beda orang beda cerita tentunya. Bagi saudariku yang sudah berjilbab semoga
Allah selalu menetapkan hati kita agar selalu beristiqomah berada dijalanNya.
Tetap jaga keimanan, perbaiki akhlak dan semangat menggapai ridhonya. Aamiin..
Ups, kepanjangan ya. Hehehe. Alhamdulillah, Aku bersyukur
kepada Allah atas nikmatnya , atas pekerjaan dan jilbabku. Semoga barokah. J aamiin
Itu pengalamnku dengan jilbabku saudara, semoga
bermanfaat. Salam manis dari yang manis.
0 komentar:
Posting Komentar